Jumat, 02 September 2011

Memotret Makanan dengan Sepenuh Hati

Fotografi dikenal sebagai hobi yang mahal. Sangatlah wajar karena harga sebuah kamera DSLR yang bagus bisa belasan juta rupiah. Belum lagi jika ingin punya beragam lensa—lensa wide, tele, zoom, makro, dan lain-lain—kita harus rela merogoh kocek dalam-dalam. Walau begitu, sekarang ini semakin banyak saja orang yang menggemari hobi satu ini, baik sekadar hobi maupun yang kemudian berkembang menjadi profesi.
Sebuah foto pada hakikatnya adalah alat komunikasi. Hanya selembar gambar, tetapi bisa bercerita banyak hal. Bisa mengabadikan berbagai peristiwa penting dalam hidup kita. Proses pernikahan yang sakral, kelahiran si buah hati, dan kemudian perkembangannya dari bulan ke bulan sangatlah sayang apabila tidak direkam secara visual. Acara wisuda, reuni, jalan-jalan, bahkan hanya sekedar kongko bersama teman-teman belumlah lengkap apabila tidak dipotret. Atau bagi para ibu, ada kepuasan tersendiri apabila bisa memotret hasil masakan atau baking-nya dan kemudian mengunggahnya di jejaring sosial.
Beragam informasi yang bisa didapat dari sebuah foto itu kemudian memunculkan kategori atau pengelompokan fotografi berdasar obyek pemotretannya, seperti foto wedding, foto pemandangan, foto anak, foto fashion, foto model, dan foto makanan. Belakangan ini muncul genre baru, home food photography atau foto makanan rumahan.
Genre ini dimunculkan oleh kaum wanita/ibu yang hobi memasak atau pencinta kuliner yang mengabadikan hasil karyanya dalam sebuah foto dan kemudian mengunggahnya di blog pribadi mereka. Karena itu, mereka pun lantas dikenal sebagai food blogger atau foodie blogger. Berbeda dengan foto makanan komersial, yang walaupun terlihat lezat tetapi tidak bisa dimakan lagi karena sudah melalui proses styling dengan bahan kimia, makanan palsu, cat, lem, dan benda-benda lain yang non-edible untuk mencapai efek yang diinginkan klien, foto makanan rumahan adalah makanan apa adanya hasil cooking atau baking, yang tentu bisa dimakan.
Namun, jangan meremehkan kualitas foto makanan rumahan ini karena tak kalah bagus dan berkualitas dibandingkan dengan foto makanan komersial. Jika tak percaya,silakan jalan-jalan ke blog mereka, niscaya Anda akan mendapati tebaran foto-foto makanan yang menggugah selera dan menerbitkan air liur. Dan, foto-foto yang ciamik itu dipotret di rumah, di sela kesibukan para ibu ini mengurus rumah dan anak-anak. Bisa dibayangkan betapa lama dan melelahkan proses pemotretannya.
Perjalanan kreatif dari sebuah foto makanan rumahan biasanya dimulai dari penemuan resep atau sharing resep dari sesama foodie blogger. Untuk mencoba resep, mereka harus berburu bahan, menyisihkan uang belanja, baru kemudian mempraktikkannya. Biasanya tak cukup sekali untuk mendapatkan makanan sesuai dengan cita rasa dan penampilan yang diinginkan. Bisa berkali-kali dan itu dilakukan di sela-sela kesibukan mengurus anak-anak dan rumah tangga.
Setelah uji coba resep, lantas hasilnya didokumentasikan. Proses ini juga tidak gampang karena harus berkejar-kejaran antara cahaya matahari bagus dan keinginan sang bayi untuk menyusu, juga membujuk si anak untuk tidak mencolek-colek makanan yang sedang difoto. Atau, pada saat pemotretan, tiba-tiba si kecil menumpahkan air atau kuah makanan yang sedang dipotret.
Semua pemotretan itu tidak dilakukan di studio khusus, tetapi hanya dilakukan di ruang tamu, ruang makan, dapur, bahkan ada yang di kamar mandi karena kebetulan cahaya bagus hanya ada di sana. Mereka menyebutnya "studio odong-odong" yang bisa berpindah-pindah tergantung cahaya matahari bagus ada di mana.
Foto-foto yang dihasilkan pun sebisa mungkin tidak asal jepret. Para food blogger ini memotretnya dengan sepenuh hati. Mulai dari memikirkan konsep pemotretannya, styling, komposisi, properti pendukung, sampai lighting-nya harus bagaimana. Setelah itu, melakukan post processing dari foto-foto yang diambil. Memilah-milah foto mana yang layak ditampilkan di blog. Dari hampir ratusan jepretan, paling banyak hanya lima foto yang diambil. Baru kemudian menampilkannya di blog, hasil uji coba sebuah resep berikut foto hasil akhirnya.
Intinya, Anda dapat menyederhanakan proses pemotretan sesederhana meja + jendela + matahari atau menjadikannya serumit softbox + fillinlight + reflector + props + stylist + etc. Keduanya mengalami proses berpikir yang sama: perencanaan, pengambilan keputusan, eksekusi, post production. Jangan pernah meremehkan proses pemotretan makanan. Bahkan, sebuah sesi foto paling sederhana di dapur Anda sekalipun dapat menguras pemikiran, tenaga, dan waktu yang sama dengan pemotretan high fashion ataupun travel adventure di Grand Canyon. (Empat Rana)

Artikel ini merupakan bagian pertama dari lima tulisan kiat fotografi digital hasil kerja sama Kompas.com dengan Elex Media Komputindo. Kali ini yang diangkat adalah Home Food Photography yang disarikan dari buku "Food Photography Made Easy" yang ditulis Empat Rana

Sumber: http://tekno.kompas.com/read/2011/08/12/08565226/Memotret.Makanan.dengan.Sepenuh.Hati.

1 komentar:

  1. kunjungan gan .,.
    saat kau kehilangan arah ingatlah masih ada yang menolong mu
    dan tetap berdoa mengharap untuk menemukan jalanmu.,.
    di tunggu kunjungan balik.na gan.,.

    BalasHapus